
“Iblis akan unggul atas manusia bila berhasil memunculkan salah satu dari tiga sifat. Kekaguman (ujub) pada diri sendiri, melebih-lebihkan amal sendiri, dan kelupaan atas dosa-dosa yang dilakukan”.(Fudhail Bin Iyadh)
Saudaraku,
Ingin sekali rasanya kebersamaan ini tak pernah berakhir. Ingin sekali rasanya iringan langkah kita tak pernah putus. Terus bersama dan beriring. Kita bahkan selalu berharap agar Allah berkenan memasukkan kita ke dalam surga-Nya, bersama pula. Saudaraku, begitulah ungkapan hati yang muncul kala kita menjalin pertemanan, persahabatan, persaudaran karena Allah SWT. Kita rela mengawalinya dengan keimanan. Dan keimanan itu harusnya tetap memelihara kita sampai kehidupan abadi di akhirat.
Saudaraku,
Jangan putuskan bait-bait doa kepada Allah agar tetap mengikat hati kita. Sepanjang kebersamaan ini, mungkin sudah banyak amal yang kita lakukan. Tapi Saudaraku, hati-hatilah, “Berapa banyak lentera yang mati tertiup angin. Berapa banyak amal ibadah yang dirusak oleh pelakunya sendiri…”, begitu nasihat Muhammad Ahmad Rasyid dalam Al awa-iq. Fudhail bin Iyadh pun menyatakan “Iblis akan unggul atas manusia bila berhasil memunculkan salah satu dari tiga sifat. Kekaguman (ujub) pada diri sendiri, melebih-lebihkan amal sendiri, dan kelupaan atas dosa-dosa yang dilakukan”
Itulah tiga panah syaitan untuk orang-orang yang beramal. Semuanya bermuara dari rasa ujub, bangga, atau kagum pada diri sendiri.
Renungkanlah…
Kita bisa saja mengatakan,”Saya tidak ujub dengan amal-amal yang saya lakukan, saya tidak melebihkan amal-amal yang saya lakukan, saya selalu mengingat dosa-dosa saya”. Tapi begitupun, jangan lengah. Karena semua itu belum menandakan jika kita selamat dari perangkap ujub yang lain. Para salafushalih yang mengerti tentang tabiat dan kecenderungan hati, tidak menghentikan pembahasan ujub sampai di sini. Ada banyak anak panah syaitan yang harus diwaspadai.
Renungkanlah nasihat yang cukup dalam dari Sofyan Tsauri rahimahulah, “Kalau engkau tidak ujub dengan dirimu, engkau mungkin saja senang dengan orang yang memujimu dan mungkin saja senang bila dengan pujian itu orang-orang memuliakanmu dengan amalmu. Mereka melihat dirimu mulia dan engkau memiliki tempat tersendiri di hati mereka…”
Saudaraku,
Senang dengan pujian. Itulah yang dimaksud dalam nasihat Sofyan Tsauri. Inilah anak panah syaitan berikutnya yang bisa merusak amal kita. Dan sedihnya, jarang orang yang bisa selamat dari bidikan syaitan yang ini. Karena itu, fudhail bin Iyadh memiliki pandangan tajam menyikapi masalah ini. Ia mengatakan, “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda kemunafikan adalah jika seseorang menyukai pujian apa yang tidak ada pada dirinya. Kemudian ia membenci orang tidak menyukai dirinya karena sesuatu yang memang ada pada dirinya. Sementara ia juga membenci orang yang mengetahui aib-aibnya…”. Fudhail bin Iyadh sendiri, sangat berhati-hati soal pujian. Sampai-sampai diriwayatkan, andai Fudhail mendengar ada yang memujinya, kondisinya segera berubah menjadi aneh, nafasnya tersengal dan lisannya mengeluarkan kalimat- kalimat yang mencaci dirinya..
Saudaraku,
Mungkin saja seseorang tidak ujub, dan tidak suka pujian, tapi ada celah lain yang bisa menjerumuskannya dalam penyakit ujub. Apa itu? “Siapa yang mencaci dirinya sendiri di hadapan orang lain sesungguhnya dia itu termasuk alamat riya”, begitu kata Hasan Al Bashri. Itu juga termasuk bagian dari ujub yang kerap tidak disadari oleh pelakunya. Berniat untuk merendahkan diri, tapi yang muncul syaitan justru membalik keadaanya menjadi ujub
Panah ujub lainnya, yakni jika kita cenderung senang bila mendapatkan orang lain melakukan kesalahan. “Di antara alamat munafik adalah bila seseorang senang mendengar kesalahan dan kekeliruan yang dilakukan orang lain”. Inilah yang paling sulit dideteksi.
Saudaraku,
Bersyukurlah Allah masih menutupi kekeliruan, kesalahan dan aib kita. “Janganlah kau terkalahkan oleh ketidak tahuan orang terhadap dirimu yang kemudian memujimu. Sementara engkau sangat mengetahui kondisimu sendiri’(Ahmad Rasyid, Al Awa-iq,52)
Saudaraku,
Cukuplah hanya Allah yang mengetahui dan mengenal perbuatan baik yang kita lakukan. Seseorang bisa saja, mendapat nilai seratus dari manusia, namun tak memiliki nilai apa-apa di sisi Allah. Sebaliknya, sesorang bisa saja, mendapat nilai seratus di sisi Allah namun ia seperti tak memiliki nilai apapun di hadapan manusia.
Saudaraku, hanya kepada Allahlah tempat kita memohon perlindungan atas hati-hati kita, Semoga Allah menetapkan hati yang berhimpun dalam menggapai cinta-Nya ini terlindung dari ujub, riya dan segala yang mejauhkan dari keridhaanya. Amiin.
ditulis ulang oleh A. Salsabila dari Buku Berjuang di Dunia Berharap Pertemuan di Surga
Buku kesayanganku ini seharusnya sudah berada di tangan sahabatku, afwan, semoga kelak kita dipertemukan di jannahNya, amiin