Kalender Hijriyah ditentukan murni berdasarkan waktu rata-rata peredaran bulan mengelilingi matahari sehingga disebut juga kalender qamariah. Satu bulan sama dengan satu lunasi selama 29,5306 hari bumi dan satu tahun sama dengan 12 kali lunasi. Penetapan waktu 12 bulan dalam setahun ditegaskan Allah dalam al-Qur’an:
كىفارهشرشعانثإللهآدنعروهشلآةدعنإضرلأآوتومسلآقلخمويللهآبات
Sesungguhnya bilangan bulan menuruti Allah adalah dua belas bulan dalam ketetapan Allah sejak saat Dia menciptakan langit dan bumi (QS 9: 36)
Penggunaan waktu lunasi sebagai asas penetapan kalender hijriyah didasarkan pada al-Qur’an surat Al-Baqarah 189, bahwa bulan-bulan sabit (ahillah, jamak hilal) merupakan tanda-tanda waktu dan ibadah haji bagi manusia. Pernyataan ayat ini dipertegas dengan ayat perintah berpuasa sebelumnya: fa man syahida minkum as-syahra, falyasumhu (siapa di antara kamu telah menyaksikan bulan, hendaklah ia berpusa) (Qs 2: 185). Jadi, tanda awal bulan itu adalah hilal yang bisa dilihat, yang imkanurru’yah, yakni yang mungkin bisa diru’yat) yang disebut juga lunar crescent visibility, setelah matahari terbenam (Djamaluddin 2007a). Inilah kriteria umum awal bulan yang diterima secara luas oleh masyarakat astronomi dunia Islam. Walaupun begitu, ada juga kalangan yang tidak menggunakan visibilitas hilal melainkan hanya wujudul hilal berdasarkan posisi ijtima’ (konjungsi, ketika matahari, bulan dan bumi berada dalam satu bidang setelah bulan menyelesaikan lunasinya) pada saat matahari terbenam. Kriteria-kriteria awal bulan inilah yang kerap kali menimbulkan perbedaan dalam menetapkan awal bulan Hijriyah.
Tahukah Anda?
Sampai awal abad ke-20 kalender Hijriah masih dipakai oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara. Bahkan Raja Karangasem, Ratu Agung Ngurah yang beragama Hindu, dalam surat-suratnya kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda Otto van Rees yang beragama Nasrani, masih menggunakan tarikh 1313 Hijriah (1894 Masehi). Kalender Masehi baru secara resmi dipakai di seluruh Indonesia mulai tahun 1910 dengan berlakunya Wet op het Nederlandsch Onderdaanschap, hukum yang menyeragamkan seluruh rakyat Hindia Belanda.
Jenis kalender
Ada tiga jenis kalender yang dipakai umat manusia penghuni planet ini.
Pertama, kalender solar (syamsiyah, berdasarkan matahari), yang waktu satu tahunnya adalah lamanya bumi mengelilingi matahari yaitu 365 hari
5 jam 48 menit 46 detik atau 365,2422 hari.
Kedua, kalender lunar (qamariyah, berdasarkan bulan), yang waktu satu tahunnya adalah dua belas kali lamanya bulan mengelilingi bumi, yaitu
29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (29,5306 hari = 1 bulan) dikalikan dua
belas, menjadi 354 hari 8 jam 48 menit 34 detik atau 354,3672 hari.
Ketiga, kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Oleh karena kalender lunar dalam setahun 11 hari lebih cepat dari kalender solar, maka kalender lunisolar memiliki bulan interkalasi (bulan tambahan, bulan ke-13) setiap tiga tahun, agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari.
Kalender Masehi, Iran, dan Jepang merupakan kalender solar, sedangkan kalender Hijriah dan Jawa merupakan kalender lunar. Adapun contoh kalender lunisolar adalah kalender Imlek, Saka, Buddha, dan Yahudi. Semua kalender tidak ada yang sempurna, sebab jumlah hari dalam setahun tidak bulat. Untuk memperkecil kesalahan, harus ada tahun-tahun tertentu menurut perjanjian yang dibuat sehari lebih panjang (tahun kabisat atau leap year).
Pada kalender solar, pergantian hari berlangsung tengah malam (midnight) dan awal setiap bulan (tanggal satu) tidak tergantung pada posisi bulan. Adapun pada kalender lunar dan lunisolar pergantian hari terjadi ketika matahari terbenam (sunset) dan awal setiap bulan adalah saat konjungsi (Imlek, Saka, dan Buddha) atau saat munculnya hilal (Hijriah,Jawa, dan Yahudi). Oleh karena awal bulan kalender Imlek dan Saka adalah akhir bulan kalender Hijriah, tanggal kalender Imlek dan Saka umumnya sehari lebih dahulu dari tanggal kalender Hijriah.
Arab Pra-Islam
Sebelum kedatangan agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad s.a.w., masyarakat Arab memakai kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Tahun baru (Ra's as-Sanah = "Kepala Tahun") selalu berlangsung setelah berakhirnya musim panas sekitarSeptember. Bulan pertama dinamai Muharram, sebab pada bulan itu semua suku atau kabilah di Semenanjung Arabia sepakat untuk mengharamkan peperangan.
Pada bulan Oktober daun-daun menguning sehingga bulan itu dinamai Shafar ("kuning"). Bulan November dan Desember pada musim gugur (rabi') berturut-turut dinamai Rabi'ul-Awwal dan Rabi'ul-Akhir. Januari dan Februari adalah musim dingin (jumad atau "beku") sehingga dinamai Jumadil-Awwal dan Jumadil-Akhir. Kemudian salju mencair(rajab) pada bulan Maret.
Bulan April di musim semi merupakan bulan Sya'ban (syi'b = lembah), saat turun ke lembah-lembah untuk mengolah lahan pertanian atau menggembala ternak. Pada bulan Mei suhu mulai membakar kulit, lalu suhu meningkat pada bulan Juni. Itulah bulan Ramadhan ("pembakaran") dan Syawwal ("peningkatan"). Bulan Juli merupakan puncak musim panas yang membuat orang
lebih senang istirahat duduk di rumah daripada bepergian, sehingga bulan ini dinamai Dzul-Qa'dah (qa'id = duduk). Akhirnya, Agustus dinamai Dzul-Hijjah, sebab pada bulan itu masyarakat Arab menunaikan ibadah haji ajaran nenek moyang mereka, Nabi Ibrahim a.s.
Setiap bulan diawali saat munculnya hilal, berselang-seling 30 atau 29 hari, sehingga 354 hari setahun, 11 hari lebih cepat dari kalender solar yang setahunnya 365 hari. Agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari dan agar tahun baru selalu jatuh pada awal musim gugur, maka dalam setiap periode 19 tahun ada tujuh buah tahun yang jumlah bulannya 13 (satu tahunnya 384 hari). Bulan interkalasi atau bulan ekstra ini disebut nasi' yang ditambahkan pada akhir tahun sesudah Dzul-Hijjah.
Ternyata tidak semua kabilah di Semenanjung Arabia sepakat mengenai tahun-tahun mana saja yang mempunyai bulan nasi'. Masing-masing kabilah seenaknya menentukan bahwa tahun yang satu 13 bulan dan tahun yang lain cuma 12 bulan. Lebih celaka lagi jika suatu kaum memerangi kaum lainnya pada bulan Muharram (bulan terlarang untuk berperang) dengan alasan perang itu
masih dalam bulan nasi', belum masuk Muharram, menurut kalender mereka. Akibatnya, masalah bulan interkalasi ini banyak menimbulkan permusuhan di kalangan masyarakat Arab.
Pemurnian kalender "lunar"
Setelah masyarakat Arab memeluk agama Islam dan bersatu di bawah pimpinan Nabi Muhammad s.a.w., maka turunlah perintah Allah SWT agar umat Islam memakai kalender lunar yang murni dengan menghilangkan bulan nasi'. Hal ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 36 dan 37.
"Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus....."(QS At Taubah:36)
"Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah" (QS At Taubah:37)
Dengan turunnya wahyu Allah di atas, Nabi Muhammad s.a.w. mengeluarkan dekrit bahwa kalender Islam tidak lagi bergantung kepada perjalanan matahari. Meskipun nama-nama bulan dari Muharram sampai Dzul-Hijjah tetap digunakan karena sudah populer pemakaiannya, bulan-bulan tersebut bergeser setiap tahun dari musim ke musim, sehingga Ramadhan ("pembakaran") tidak selalu pada musim panas dan Jumadil-Awwal ("beku pertama") tidak selalu pada musim dingin.
Mengapa harus kalender lunar murni?
Hal ini disebabkan agama Islam bukanlah untuk masyarakat Arab di Timur Tengah saja, melainkan untuk seluruh umat manusia di berbagai penjuru bumi yang letak geografis dan musimnya berbeda-beda. Sangatlah tidak adil jika misalnya Ramadhan (bulan menunaikan ibadah puasa) ditetapkan menurut sistem kalender solar atau lunisolar, sebab hal ini mengakibatkan masyarakat Islam di suatu kawasan berpuasa selalu di musim panas atau selalu di musim dingin.
Sebaliknya, dengan memakai kalender lunar yang murni, masyarakat Kazakhstan atau umat Islam di London berpuasa 18 jam di musim panas, tetapi berbuka puasa pukul empat sore di musim dingin. Umat Islam yang menunaikan ibadah haji pada suatu saat merasakan teriknya matahari Arafah di musim panas, dan pada saat yang lain merasakan sejuknya udara Mekah di musim dingin.
Perhitungan Tahun Hijriah
Pada masa Nabi Muhammad s.a.w. penyebutan tahun berdasarkan suatu peristiwa yang dianggap penting pada tahun tersebut. Misalnya, Nabi Muhammad s.a.w. lahir tanggal 12 Rabi'ul-Awwal Tahun Gajah ('Am al-Fil), sebab pada tahun tersebut pasukan bergajah, Raja Abrahah dari Yaman berniat menyerang Ka'bah.
Ketika Nabi Muhammad s.a.w. wafat tahun 632, kekuasaan Islam baru meliputi Semenanjung Arabia. Tetapi pada masa Khalifah Umar bin Khattab (634-644) kekuasaan Islam meluas dari Mesir sampai Persia.
Pada tahun 638, Gubernur Irak Abu Musa al-Asy'ari berkirim surat kepada halifah Umar di Madinah, yang isinya antara lain: "Surat-surat kita memiliki tanggal dan bulan, tetapi tidak berangka tahun. Sudah saatnya umat Islam membuat tarikh sendiri dalam perhitungan tahun."
Khalifah Umar bin Khattab menyetujui usul gubernurnya ini. Terbentuklah panitia yang diketuai Khalifah Umar sendiri dengan anggota enam sahabat Nabi terkemuka, yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqas, Talhah bin Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam. Mereka bermusyawarah untuk menentukan Tahun Satu dari kalender yang selama ini digunakan tanpa angka tahun. Ada yang mengusulkan perhitungan dari tahun kelahiran Nabi ('Am al-Fil, 571 M), dan ada pula yang mengusulkan tahun turunnya wahyu Allah yang pertama ('Am al-Bi'tsah, 610 M). Tetapi akhirnya yang disepakati panitia adalah usul dari Ali bin Abi Thalib, yaitu tahun berhijrahnya kaum Muslimin dari Mekah ke Madinah ('Am al-Hijrah,622 M).
Ali bin Abi Thalib mengemukakan tiga argumentasi. Pertama, dalam Al-Quran sangat banyak penghargaan Allah bagi orang-orang yang berhijrah (al-ladzina hajaru). Kedua, masyarakat Islam yang berdaulat dan mandiri baru terwujud setelah hijrah ke Madinah. Ketiga, umat Islam sepanjang zaman diharapkan selalu memiliki semangat hijriah, yaitu jiwa dinamis yang tidak terpaku pada suatu keadaan dan ingin berhijrah kepada kondisi yang lebih baik. Maka Khalifah Umar bin Khattab mengeluarkan keputusan bahwa tahun hijrah Nabi adalah Tahun Satu, dan sejak saat itu kalender umat Islam disebut Tarikh Hijriah. Tanggal 1 Muharram 1 Hijriah bertepatan dengan 16 Tammuz 622 Rumi (16 Juli 622 Masehi). Tahun keluarnya keputusan Khalifah itu (638 M) langsung ditetapkan sebagai tahun 17 Hijriah.
Dokumen tertulis ber-tarikh Hijriah yang paling awal (mencantumkan Sanah 17= Tahun 17) adalah Maklumat Keamanan dan Kebebasan Beragama dari Khalifah Umar bin Khattab kepada seluruh penduduk Kota Aelia(Jerusalem) yang baru saja dibebaskan laskar Islam dari penjajahan Romawi.
Sistem Kalender Hijriah
Dari Muharram sampai Dzul-Hijjah, setiap bulan 30 atau 29 hari sehingga 354 hari setahun. Dalam setiap siklus 30 tahun, 11 tahun adalah kabisat (Dzul-Hijjah dijadikan 30 hari), yaitu tahun-tahun ke-2, 5, 7, 10, 13, 16,18, 21, 24, 26 dan 29. Pada tanggal 31 Januari 2006, kita memulai tahun baru 1 Muharram 1427 Hijriah, tahun ke-17 dalam siklus 1411-1440.
Setiap 32 atau 33 tahun, dalam satu tahun Masehi terjadi dua kali Idul Fitri (awal Januari dan akhir Desember) seperti pada tahun 2000 yang lalu. Idul Fitri berdekatan dengan Tahun Baru Masehi. Fenomena ini pernah terjadi pada tahun 1870, 1903, 1935, 1968, dan akan berlangsung lagi tahun 2033, 2065, 2098, 2130, dan seterusnya.
Konversi tahun Hijriah ke tahun Masehi atau sebaliknya dapat dilakukan dengan memakai rumus:
M = 32/33 H + 622
H = 33/32 ( M - 622 )
Kalender Hijriah setiap tahun 11 hari lebih cepat dari kalender Masehi, sehingga selisih angka tahun dari kedua kalender ini lambat laun makin mengecil. Angka tahun Hijriah pelan-pelan 'mengejar' angka tahun Masehi, dan menurut rumus di atas keduanya akan bertemu pada tahun 20526 Masehi yang bertepatan dengan tahun 20526 Hijriah. Saat itu kita entah sudah berada di
mana. "Perhatikanlah waktu!
Penyatuan kalender Islam yang berlaku secara internasional di seluruh dunia Islam telah diusulkan sebagai Universal Hejric Calendar (UHC, at-Taqweem al-Hijriy al-’Alamiy) dalam Konferensi Astonomi Islam Ke-2 mengenai Aplikasi Astronomi dalam Syari’ah di Amman, Jordania, 29-31 Oktober 2001. Dalam salah satu butir resolusinya, konferensi itu merekomendasikan untuk membuat kalender bagi negara-negara Islam karena telah tercapai kesepakatan antara perhitungan astronomi dengan ru’yat menurut syari’at Islam. Selanjutnya, dalam konferensi internasional tentang Aplikasi Perhitungan Astronom tanggal 13-14 Desember 2006 (22-23 Zulqaidah 1427 H) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, direkomendasikan agar dunia Islam mengadopsi kalender Islam yang didasarkan pada perhitungan visibiltas hilal dan menolak kesaksian pengamatan hilal yang tidak sesuai dengan catatan-catatan yang diketahui dengan benar (umur bulan, lag time dan terutama limit Danjon) kecuali kesaksiannya itu dikonfirmasi dan diterima oleh komisi ahli astronomi. UHC membagi dunia menjadi 2, yaitu Wilayah Timur yang terbentang dari 180 derajat BT sampai 20 derajat BB dan Wilayah Barat yang terbentang dari 20 derajat BB sampai bagian timur benua Amerika. Inilah batas pergantian hari (tanggal) dengan Wilayah Timur lebih awal satu hari daripada Wilayah Barat. Sampai dengan awal 2008 ini, baru Jordania dan Algeria yang mengadopsi UCH untuk kalender resmi negara.
Sesungguhnya sistem penanggalan Islam yang didasarkan pada peredaran bulan menyimpan sejumlah rahasia, hikmah dan manfaat. Karena kalender Hijriyah lebih pendek 11 hari daripada kalender Julius/Gregorius, waktu-waktu ibadah menjadi berubah-ubah sepanjang tahun. Di musim panas, puasa Ramadhan di Eropa sangat panjang, sebaliknya puasa di musim dingin sangat pendek. Ini adalah wujud keadilan Allah swt, bahwa waktu yang panjang diimbangi dengan waktu yang pendek, suhu yang dingin diimbangi dengan suhu yang panas. Kita, yang berada di khatulistiwa, tidak terlalu merasakan perbedaan ini karena memang musim pun tidak ekstrim. Hikmah lainnya, penentuan awal bulan menjadi perhatian semua ummat karena semua insan bisa turut serta mengamati hilal. Ini tidak terjadi pada kalender Julius/Gregorius, sampai tanggal dibuang 10 hari sekali pun tidak terlalu menjadi perhatian kecuali yang berkaitan dengan musim dan pertanian. Selain itu, pergantian tanggal berlangsung saat matahari terbenam, ketika alam menampilkan peso-nanya yang amat indah. Ini pun tidak terjadi pada kalender Gregorius/Jjulius karena per-gantian tanggal berlangsung tengah malam saat sebagian besar orang sedang tidur lelap.
Wallahu'alam,
ditulis ulang dengan Referensi:
- Al Quranul Kariim