Dalam bahasa Arab, kata lemah lembut biasa diartikan dengan ar-rifq atau al-hilm. Kata ar-rifq ini tergambar jelas dalam Hadits Rasulullah SAW. yang diriwayatkan lewat Ibunda Aisyah ra. Ia berkata bahwa Nabi SAW. bersabda: "Inna'l-Allâh rafîqun, yuhibbu ar-rifqa fi'l-amri kullihi" (Allah itu Maha lemah lembut, dan Dia mencintai kelemah lembutan dalam segala hal) (Muttafaq `Alaihi). Sedangkan kata al-hilm digandengkan oleh Nabi SAW. dengan kata ar-rifq. Beliau bersabda dalam Hadits dari `Iyadh ibn Hamâr ra., "Ahli (penghuni) surga itu tiga orang: Orang yang memiliki kekuasaan, adil dan diberi petunjuk (muwaffaq), seorang yang pengasih dan berhati lembut kepada setiap kerabat dekatnya dan setiap Muslim, dan orang yang menjaga kehormatan dan (senantiasa) menjaga kehormatannya padahal ia memiliki kebutuhan untuk keluarganya." (HR. Muslim).
Jiwa seorang Muslim yang lemah lembut, merupakan refleksi dari kelembutan qalbu. Semakin lembut qalbu seseorang, maka kelemah lembutannya akan semakin tampak. Qalbu yang lembut, akan memancarkan jiwa-jiwa yang "peka". Sebaliknya, hati yang kesat dan keras, akan melahirkan tindakan yang kasar, sembrono, bahkan brutal. Karena qalbu merupakan barometer action seseorang. Maka tidak heran, kalau Nabi SAW menyatakan bahwa surga itu diperuntukkan bagi mereka yang memilik jiwa-jiwa yang lembut, karena Allah mencintai kelembutan.
Oleh karenanya, Islam mengajarkan agar umatnya selalu berlaku lemah lembut (al-hilm). Karena dari kelemahlembutan akan melahrikan keselamatan jiwa, ketenangan batin dan kecerahan wajah. Luqman al-Hakîm berkata, "Tiga jenis orang yang tidak dapat dikenal kepribadiannya, kecuali dengan tiga perkara: "Tidak dikenal seseorang itu lemah lembut (al-halîm), kecuali ketika ia marah. Tidak dikenal seseorang sebagai pemberani, kecuali dalam peperangan. Dan tidak dikenal seorang saudara, kecuali ketika kita butuh kepadanya."
Marah, atau emosi adalah sifat alamiah seorang manusia. Namun marah yang membabi buta dan tidak terkontrol bukan sifat seorang Muslim. Maka, untuk menguji apakah seseorang itu memiliki sifat lemah lembut atau tidak, Luqman al-Hakîm memberikan resep yang mujarab, "Lihatlah ketika ia marah." Artinya, kalau dia bersikap arif dalam menyelesaikan masalah yang mengundang emosi dan amarah, maka dia adalah seorang al-halîm. Jika tidak, berarti dia adalah orang yang emosional.
Dalam Hadits di atas, Nabi SAW menyatakan bahwa salah seorang penghuni surga adalah yang berhati lembut kepada kerabatnya dan kepada setiap Muslim. Karena, kerabat dekat adalah value standard. Jika kepada kerabat dan saudaranya sesama Muslim saja sudah tidak mampu berhati lembuat, bagaimana pula dengan orang yang jauh darinya. Luar biasa petunjuk Nabi SAW ini!
Jiak demikian, ar-rifq dan al-hilm merupakan pemikat hati manusia. Sehingga, setiap orang akan mencintainya. Seorang yang ar-rafîq dan al-halîm akan menjadikan orang lain dekat kepadanya. Ia ibarat "gula" yang akan membuat orang "berkerumun" di sekelilingnya. Tentu saja dalam hal ini jauh dari jebakan pragmatisme. Hal ini dijelaskan oleh Imam Ali karramallahu wajhahu, " Inna awwala maa `uwwidha al-haliim `na hilmii anna an-naasa kullahum a`waanuhuu `alaa al-jaahil" (Pertama sekali yang akan diganti dari seorang yang berlemah lembut (dari perbuatannya itu) adalah seluruh manusia akan menjadi para penolongnya dari kejahatan orang-orang jahil). Itulah ganjaran bagi orang yang berlemah lembut menurut Imam Ali ra.
Seorang al-halîm adalah orang yang dadanya lapang, hatinya selalu terbuka. Sehingga, ia sangat mudah untuk memaafkan kesalahan orang lain. Di samping itu, ia adalah orang yang cepat merasa bersalah. Allah menjelaskan sifat al-halîm ini dalam firman-Nya, "...mereka adalah orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan manusia, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan (al-muhsinin)." (Qs. Ali `Imrân [3]: 134). Dalam ayat yang lain Allah menjelaskan, "Jadilah engkau seorang 'pemaaf' dan suruhlah orang lain untuk berbuat kebaikan (makruf), serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh." (Qs. Al-A`râf [7]: 199).
Menurut ayat di atas, menahan amarah, memafkan orang lain dan menyuruh kepada kebaikan merupakan bagian dari ihsan. Kenapa disebut sebagai ihsan? Karena Allah mencintai mereka yang menahan amarah dan pemaaf sertai penyeru kebaikan. Sehingga, ihsan mereka menjadi pendulang rahmat Allah SWT. "Sesungguhnya rahmat Allah itu dekat dari orang-orang yang berbuat ihsan (al-muhsinin)." (Qs. Al-A`râf [7]: 56). Subhanallâh!
Allah SWT itu Maha Adil, maka dia tidak akan pernah menyia-nyiakan perbuatan baik para hamba-Nya. "Tidak ada balasan kebaikan, selain kebaikan pula." (Qs. Ar-Rahmân [27]: 60). Allahu Akbar! Siapakah yang tidak tergerak hatinya dengan tawaran Allah ini?
Bahkan, bukan hanya kepada manusia saja seorang Muslim itu harus berbuat ihsan, melainkan terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan. Bukankah Nabi SAW menyuruh umatnya agar menyembelih binatang secara ihsan: tidak boleh gegabah, dan pisaunya juga harus tajam? Dengan demikian, binatangpun diperlakukan secara manusiawi, karena dia juga makhluk Allah SWT. Dengan bersikap seperti itu, semakin tampaklah bahwa Islam itu benar-benar rahmatan li'l-alamin.
Al Quran dan Hadist tentang Kelembutan dan Kasih Sayang:
Allah menjelaskan bahwa Nabi-Nya, Muhammad, sebagai orang yang memiliki akhlak yang agung. Allah Ta’ala berfirman, “Sungguh, kamu (Muhammad) mempunyai akhlak yang agung” [Al-Qalam : 4]
Allah juga menjelaskan bahwa beliau adalah orang yang ramah dan lemah lembut. Allah Ta’ala berfirman, “Dengan sebab rahmat Allah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentu mereka menjauh dari sekelilingmu” [Ali Imran : 159]
Allah juga menjelaskan bahwa beliau adalah orang yang penyayang dan memiliki rasa belas kasih terhadap orang-orang yang beriman. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, yang berat memikirkan penderitaanmu, sangat menginginkan kamu (beriman dan selamat), amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min” [At-Taubah : 128]
Rasulullah memerintahkan dan menganjurkan kita agar senantiasa berlaku lemah lembut. Beliau bersabda: "Mudahkanlah dan jangan kalian persulit, berilah kabar gembira dan janganlah kalian membuat orang lari”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 69 dan Muslim no. 1734 dari Anas bin Malik. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim no. 1732 dari Abu Musa :
"Berilah kabar gembira dan jangan kalian membuat orang lari. Mudahkanlah dan janganlah kalian persulit”.
Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya no.220 meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah pernah berkata kepada para sahabatnya pada kisah tentang seorang Arab Badui yang kencing di masjid.
“Biarkanlah dia ! Tuangkanlah saja setimba atau seember air. Sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah, bukan untuk mempersulit”
Al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah hadits no.6927 bahwa Rasulullah bersabda.
“Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah itu Mahalembut dan mencintai kelembutan di dalam semua urusan”
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim no. 2593: “Wahai Aisyah, sesunguhnya Allah itu Mahalembut dan mencintai kelembutan. Allah memberi kepada kelembutan hal-hal yang tidak diberikan kepada kekerasan dan sifat-sifat lainnya”
Muslim meriwayatkan hadits dalam kitab Shahihnya no.2594 dari Aisyah, Nabi bersabda.
“Sungguh, segala sesuatu yang dihiasi kelembutan akan nampak indah. Sebaliknya, tanpa kelembutan segala sesuatu akan nampak jelek”
Muslim juga meriwayatkan hadits no. 2592 dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi bersabda.
“Barangsiapa yang tidak memiliki sifat lembut, maka tidak akan mendapatkan kebaikan”.
Allah pernah memerintahkan dua orang nabiNya yang mulia yaitu Musa dan Harun untuk mendakwahi Fir’aun dengan lembut. Allah Ta’ala berfirman, “Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, karena dia telah berbuat melampui batas. Berbicaralah kepadanya dengan kata-kata yang lembut, mudah-mudahan ia mau ingat atau takut” [Thaha : 43-44]
Allah juga menjelaskan bahwa para sahabat yang mulia senantiasa saling bekasih sayang. Allah Ta’ala berfirman:“Muhammad itu adalah utusan Allah. Orang-orang yang selalu bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka” [Al-Fath : 29]
Referensi:
- http://www.almanhaj.or.id/content/758/slash/0 [Disalin dari buku Rifqon Ahlassunnah Bi Ahlissunnah Menyikapi Fenomena Tahdzir & Hajr, Penulis Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al’Abbad Al-Bad, Terbitan Titian Hidayah Ilahi]
- http://qosim.multiply.com/journal/item/43/Lemah_Lembut