
Sungguh, tidak ada sakit yang enak!. Apapun jenis sakit itu, pastinya tidak menyenangkan dan membuat kita tidak nyaman. Sakit sariawan di ujung lidah sudah bisa membuat nafsu makan kita berkurang, sedikit pusing dapat membuat ibadah kita kurang khusyuk, sedikit sakit perut kita susah tidur. Apalagi bila sakit gigi, begini salah begitu salah, tidak dijenguk salah, dijenguk lebih salah. Semakin kompleks jenis sakit yang diderita, rasa sakit yang diderita pun semakin banyak, di bagian sini dan sana terasa sakit semua.
Demi hilangnya ketidaknyamanan itu, kita lakukan segala upaya untuk menyembuhkan penyakit yang kita derita. Kita rela mengantri panjang di ruang tunggu dokter, berusaha mencari tahu sakit yang kita derita. Bahkan, untuk benar-benar dapat mendeteksi sakit yang sebenarnya kita rela membayar mahal berbagai uji lab. Setelah itu kita pun bersedia membayar mahal dokter, menurut semua kata dokter, yang penting sembuh!!
Dan bila pun dokter meminta kita diopname kita menurut, bila kita diharuskan mengurangi makan ini itu, kita pun menurut demi bisa sehat. Di minta untuk tidak banyak bicara dulu kita menurut, di haruskan istirahat terus menerus, kita pun patuh, demi bisa sembuh!!
Padahal bila kita tafakuri,
yang sehat ujungnya mati......, yang sakit ujungnya kematian....., yang sakit dan kemudian sembuh pun ujungnya kematian.......Tapi kita matian-matian untuk tetap sehat!
*******
Berbeda sekali perlakuan kita bila yang sakit adalah HATI kita! Si penderita tidak merasakan sakit sedkitpun, malah kadang orang disekitarnya yang bisa mengetahuinya. Si penderita tidak berniat mengetahui apalagi menyembuhkan penyakit yang dideritanya ini. Semakin banyak penyakit hati yang ada dalam diri seseorang, maka pada umumnya penderita akan semakin tidak merasa butuh untuk disembuhkan.
Padahal bila kita tafakuri,
Penyakit hati bisa menjadikan matinya hati dari hidayah Allah. Bila kematian di dunia bisa mengakhiri rasa sakit penderita, kematian hati tidak bisa mengakhiri derita. Justru matinya hati awal dari derita di dunia dan akherat.
Betapa beratnya akhir dari penyakit hati. Maka selayaknya pula kita mati-matian mendiagnosa diri kita, penyakit hati apa sajakah yang bercokol dalam tubuh kita. Bila sakit lahiriah kita pergi ke dokter, maka untuk penyakit hati, kita pun harus pergi kepada ahlinya. Datanglah kepada ustad atau orang-orang sholeh yang bersih hatinya, untuk berkonsultasi. Atau, datangilah anak-anak, hati mereka masih bersih hingga bisa membedakan ketulusan para orang dewasa. Atau, mereka yang diberi karunia khusus dari Allah berupa downsyndrome. Sebagian besar masyarakat menilai mereka berkelainan mental, padahal mereka memiliki kepekaan hati yang jauh melebihi kita yang normal.
Sama halnya saat kita menurut semua perintah dokter demi kesembuhan lahiriah, maka seharusnya kita pun mampu memenuhi seemua persyaratan kesembuhan penyakit hati. Mungkin kita perlu lebih banyak menahan bicara bila yang keluar lebih banyak ghibah dari pada hikmah. Kita perlu lebih banyak menahan pandangan dari pada lirik kanan dan kiri. Ada saatnya kita harus menyendiri untuk bermuhasabah menyelami hati kita.
Sama halnya saat kita melakukan pengeluaran besar-besaran dan mengeluarkan segala tenaga untuk mendapatkan obat, maka selayaknyalah kita lebih bersungguh-sungguh berkorban untuk kesembuhan penyakit hati. Sudah sewajarnya kita serius berinvestasi ilmu tentang penyakit hati, mengorbankan waktu dan tenaga untuk belajar dari mereka yang memiliki Qolbun salim.
******
Sehat badan dan sehat hati, keduanya penting bagi kita. Penyakit badan sebaagian besar berasal dari makanan. Kadang nafsu kita mengarahkan kita untuk makan sesuai kehendak lidah bukan sesuai kebutuhan tubuh, padahal setelah melewati lidah semua makanan tidak ada rasa nikmatnya lagi. Bahkan Allah mengingatkan dalam QS Abasa: 24 "Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya".
Begitupun sehat hati, berawal dari apa yang diasupnya setiap hari. Apakah kajian ilmu, bacaan yang manfaat, lingkungan yang sholeh dan sholehah, atau sebaliknya: ghibah yang kontinue, kecurangan, iri dan dengki saja?
Maksimalkan upaya menjaga kesehatan badan dan hati. Bila pun setelah segala upaya itu kita tetap sakit, maka semoga sakit itu menjadi penggugur dosa.insyaAllah
Marilah kita jaga kesehatan hati dan kesehatan badan. Dan pada "ujungnya" jadikan ujung itu adalah akhir yang indah.
.
,
Ditulis ulang, terinspirasi dari kajian MQ Pagi oleh KH Abdullah Gymnastiar 10/5/10.