"Rasulullah, Tunggu Sebentar...."
"Dialah, yang perjalanan hidupnya begitu mempesona, bagaimana lagi kesempurnaan akhlaknya."
Bayangkan.........bila Rasulullah SAW, tiba-tiba muncul di beranda rumah kita, mengetuk pintu bermaksud menjenguk kita sekeluarga. Tentunya kita akan merasa seperti menerima lailatul qodar. Kebahagian dan keharuan yang sulit dilukiskan akan memenuhi jiwa kita...
Bagaimana tidak?! Dialah sang kekasih hati yang dirindu, yang setiap saat alam semesta bershalawat baginya.
Tentunya kita akan membuka seluruh pintu lebar-lebar, menyalakan semua lampu yang ada, membakar gaharu, menyongsong Beliau masuk, sambil terus bertakbir, bertahmid, bershalawat keras-keras, agar para tetangga mendengar, datang ikut serta merasakan kebahagiaan dan keharuan istimewa yang kian membuncah ini.
Mungkin kita akan mencium tangannya, memeluk erat tubuh beliau seperti Bilal yang memeluk punggung Beliau, dan kemudian kita merasa tak sanggup lagi berpisah dengan Beliau sesudahnya. Merasakan rindu yang bertaut, cinta yang menjelma menjadi nyata..
Tapi akankah kita seperti itu...........?????
Atau kita akan tertegun kebingungan, lari kesana kemari.
Grogi tiada tara. 1001 persoalan sekaligus muncul di benak kita.
Rasa malau tak tertahankan..."Se... se... sebentar ya Rasul!"
Lalu kita menyulap dulu sebuah ruang untuk mushola. Bagaimana perempuan kita tidak berpakaian yang layak di depan nabinya. Bagaimana anak-anak kita yang pandai menyanyi tetapi tidak pandai mengaji dan bersholawat. Anak-anak yang hafal sejarah tokoh dunia, tetapi tidak hafal keluarga Rasulullah. Keluarga kita yang asyik menikmati perbincangan cerita artis ternama, tetapi tidak pernah tahu kisah hidup rasulnya
Dan tiba-tiba mata kita melirik lukisan dan patung di ruang tamu yang semestinya ditukar dengan kaligrafi Allah dan Muhammad.
Kita teringat koleksi karaoke, playstation yang beraneka ragam, serta TV dan internet yang memenuhi seluruh waktu senggang dan sibuk kelurga kita. Menggantikan peran ayah dan ibu dalam pendidikan anaknya, menggantikan sesi tausyah ba'da sholat.
Bagaimana kita bisa menutupi aib yang begitu besar?
Sementara Rasulullah telah lama menunggu dengan setia dan penuh harap, untuk dipersilahkan masuk.....
masih saja dari balik pintu kita meminta dan meminta lagi,
"Ya Rasulullah... Tunggu sebentar..."
Kita tertegun lama menyadari betapa jauhnya kita dari Rasulullah da ajarannya. Kecintaan kita, sholawat kita, sholat kita, ibadah kita adalah semu. Kita melakukannya tidak lebih dari sekadar adat kebiasaan yang hampir-hampir tidak ada kaitannya dengan keimanan. Ibadah telah menjadi sarana hiburan kosong atau maksimal hanya sebagai penggugur kewajiban untuk menenangkan hati. Tanpa peduli tauhid didalamnya, tanpa peduli layak/ tidaknya diterima Allah, bahkan tanpa peduli apakah hal tersebut benar-benar dicontohkan oleh Rasulullah.
Kita terhenyak, teringat Rasulullah yang lama sekali menunggu di depan pintu teras. Manakala kita membuka pintu, perlahan sambil menunduk, menutupi malu di wajah yang buruk......
Rasulullah telah berbalik meninggalkan kita yang hanya bisa terdiam, Beliau mungkin akan meninggalkan kita dengan rasa duka sebesar cinta pada umatnya...dan terdengar gema suaranya, "Ya Tuhan-ku, sesungguhnya umatku telah menjadikan Al Quran suatu yang tidak diacuhkan." (QS Al Furqon:30)
.
.
.
Ditulis ulang bersumber dari Kisah-Kisah Pembawa Berkah yang disusun oleh Haidar Bagir