Oleh : Uti Konsen U.M.
“Hai para Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan “ ( Al Mu’minun ( 23 ) : 51 ). Rasul SAW bersabda: “Hati itu dibina dengan apa yang di makan“. Hati kita adalah segumpal darah yang mengandung sel-sel darah merah dan zat besi. Sel dan zat-zat itu berasal dari makanan yang kita makan. Kalau makanan kita bersih (halal mengikuti syariat Islam) maka sel dan zat itu juga bersih sehingga hati kita juga akan bersih. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa memakan makanan yang halal selama empat puluh hari, niscaya Allah akan menyinari hatinya dan mengalirkan sumber-sumber kebijaksanaan dari hatinya kelidahnya“ (HR. Abu Nu’aim).
“Perintah memakan makanan yang halal adalah wajib. Kalau kita makan makanan yang haram dalam keadaan sadar bahwa benar yang kita makan itu haram maka kita akan berdosa dan hati kita akan gelap. Tetapi kalau makanan yang haram dan syubhat itu kita makan, tanpa diketahui bahwa benda itu haram dan syubhat maka kita tidak berdosa tetapi hati kita yang dibina dari makanan itu tetap akan gelap,“ ujar Imam Ashaar Muhammad At Tamimi dalam bukunya ‘Mengernal Diri Melalui Rasa Hati‘.
Para sahabat Rasulullah SAW dan orang-orang saleh telah mengamalkan ajaran Nabi SAW tersebut diatas dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dalam soal makanan, mereka sangat berhati-hati (wara’). Mereka tidak mau ada setitik air yang masuk ke dalam kerongkongan mereka mengandung sesuatu yang haram. Abu Bakar As-Siddiq RA misalnya, pernah mengorek kembali makanan yang telah ditelannya hingga muntah-muntah, setelah dia mengetahui bahwa makanan itu sumbernya adalah syubhat.
Al-Fudhail pernah berpesan, “Barangsiapa mengetahui apa yang masuk ke dalam tubuhnya, niscaya Allah mencatatnya sebagai orang yang benar dan jujur (shiddiq). Oleh karena itu perhatikanlah, di tempat siapa kamu makan pagi, wahai orang yang malang!“ Sahl RA menegaskan, “Barangsiapa mengkonsumsi makanan haram, semua anggota tubuhnya berpaling darinya, senang atau benci, tahu atau tidak tahu. Barangsiapa mengkonsumsi makanan yang halal, maka semua anggota tubuhnya akan patuh kepadanya dan mau berbuat baik “.
Rasul SAW menerangkan bahwa orang yang mengusahakan rezeki yang halal baik untuk memenuhi diri atau keluarganya, ia laksana mujahid dan syuhada. Beliau bersabda “Barangsiapa mencari rezeki halal untuk menafkahi keluarganya, ia laksana mujahid ( pejuang) di jalan Allah. Barang siapa mencari harta halal untuk menjaga diri dari keharaman, ia berada pada derajat syuhada ( orang-orang yang mati syahid )“ (HR.Muslim).
Imam Ghazali RA mengumpamakan makanan dalam Islam seperti pondasi pada bangunan. Jika pondasi itu kokoh dan kuat, bangunan pun akan berdiri tegak dan kokoh. Sebaliknya jika pondasi rapuh dan bengkok, bangunan pun akan runtuh dan ambruk. Ibrahim bin Adham, alim dan sufi besar pada zamannya berpesan “Seseorang pencari ( kebenaran ) tidak akan menemukan apa yang dicarinya kecuali ia memikirkan apa yang akan dimasukkannya ke dalam tubuhnya“.
Sa’ad bin Abi Waqash RA satu ketika memohon kepada Rasulullah SAW agar mendoakan dirinya menjadi orang yang diijabah (dikabulkan) doanya. Utusan Allah ini bersabda “Baguskanlah makananmu, niscaya Allah menerima doamu “ (HR.Ath-Thabrani dari Ibnu Abbas). Rasul SAW menceritakan seorang lelaki yang banyak mengadakan perjalanan, rambutnya kusut dan penuh debu, makanannya haram, minumannya haram, kemudian pakaiannya haram dan diberi makan dengan yang haram, kemudian dia menengadahkan kedua tangannya ke langit sambil berdoa, ‘Ya Tuhanku, ya Tuhanku.’ Bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?“ (HR.Muslim, Tirmizi dan lain-lain).
Umar bin Khattab RA seperti juga Abu Bakar Ash-Siddiq pernah meminum susu unta dari zakat yang tidak sah. Dia segera memasukkan jari ke mulutnya hingga muntah. Aisyah RA. pernah berkata “Sesungguhnya kalian telah melupakan ibadah yang paling utama, yaitu warak “.
Rasul SAW bersabda “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan sesungguhnya yang haram itu jelas dan diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa menjaga dirinya dari hal-hal yang syubhat, berarti ia telah membersihkan agama dan kehormatan dirinya, dan barangsiapa terperosok ke dalam hal-hal yang syubhat maka ia akan terperosok ke dalam yang haram“ (HR.Bukhari-Muslim). Terkait ini Prof.Dr.Abdul Aziz Khauli, mantan guru besar syariah Universitas Darul Ulul Mesir, berkata, “Siapa yang teliti menjaga diri dari yang syubhat, maka tentu ia lebih teliti lagi terhadap yang sudah jelas haramnya“.
Abdullah bin Umar RA menerangkan, “Sekiranya kamu salat hingga tubuhmu melengkung seperti busur dan berpuasa hingga tubuhmu kurus seperti anak panah, semua itu tidak akan diterima kecuali disertai dengan sikap warak yang membentenginya “. Seorang ulama salaf berkata, “Suapan pertama yang dimakan seorang hamba dari makanan yang halal menyebabkan dosa-dosanya yang lalu dimaafkan. Barangsiapa menempatkan diri ditempat hina sekalipun dalam mencari harta halal, semua dosanya berguguran seperti daun-daun yang ditiup angina.“
Wallahualam. **