"Neng jangan tidur aja!! nanti umurnya pendek lho.."
"Orang yang banyak tidur itu umurnya pendek!" katanya lagi.
Aku hanya mendongak ke arah suara tadi, melihat seorang Bapak yang tiba-tiba duduk satu meja denganku. Keretaku sampai terlalu cepat, dan ini masih pukul 00.30...masa ga boleh ngantuk...
Dan aku pun kembali menundukkan kepalaku ke atas tas lapie yang kudekap sedari tadi. Dalam hati aku hanya berdoa semoga dia bukan orang jahat...
.....
Hmf, bukannya menyerah, Bapak itu malah menyodoriku teh hangat. "Terimakasih Pak", jawabku singkat dengan mata 5watt mencoba tetap ramah pada orang yang baru datang ini.
Hari itu keretaku berjalan lebih cepat, akibatnya kami tiba terlalu dini hari. Sesampai di stasiun aku langsung menghambur ke kursi yang aku anggap paling nyaman dan mendekap tas laptop untuk alas kepalaku menunduk tidur, sampai kemudian munculah Bapak ini, yang sekarang duduk di depanku mengobrol dengan temannya.
Semua pertanyaan yang diajukannya kuanggap yes/no question, jawabannya ya atau tidak agar pendek dan pembicaraan ini segera berakhir. Tetapi bukannya berakhir, malah banyak yang kami bicarakan. Sampai akhirnya aku tertarik pada apa yang dibicarakannya, dan aku berkata dalam hati "aku ingin belajar dari Bapak ini" Adaaaaa saja guru-guru kehidupan yang harus kutemui, ...mungkin sebagai pengganti absen dari kajian minggu ini karena ijin pulang.
Penampilannya yang jauh dari kata perlente ternyata lulusan teknik sipil universitas ternama di negeri ini. Beliau tinggal di salah satu kota di Sumatra (Jambi/ Palembang; penulis lupa). Setiap tiga bulan sekali dia akan berkeliling Indonesia selama 2 minggu untuk mencari ide dan refreshing (baca:peluang bisnis).
Usahanya di jalankan di kampung halaman, setelah menimba ilmu dari perjalanannya. Dia menceritakan bahwa sebelumnya dia juga pernah bekerja di perusahaan kontraktor yang besar. Dia memanfaatkan masa kerjanya untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya tentang management perusahaan dan cara-cara mengembangkan bisnis. Setelah dirasa cukup, dia resign untuk berwirausaha. Dia juga bercerita bahwa meskipun beliau bukan yang paling sukses diantara saudaranya dalam hal karier, namun istri dan anaknya bisa menerima usaha ayah mereka, dengan definisi sukses yang mungkin berbeda dengan khalayak umum sebagai berdasi, bermobil mewah, dan lain-lain.
Bukan itu yang menarik dari Bapak ini...
Bukan pula bisnisnya... (meski ujungnya dia berpetuah bisnis untukku)
Namun usaha sampingannya...!
Terutama selama masa 2 minggu perjalanan menjelajah ke luar kampung halaman !
Dia selalu mencari jalan cerdas untuk bisa bermanfaat bagi orang lain, apapun, dalam rangka memberikan 'kail kepada nelayan dan bukan sekedar ikannya'.
Dia mencari cara untuk menolong petani seledri di Jawa dari perangkap tengkulak. Dia me-loby pedagang di pasar dan seterusnya, hingga akhirnya didapatkan cara terbaik menjual seledri tanpa melalui tengkulak. Bukan hanya seledri, namun juga tembakau dll tergantung tempat yang dia datangi.
Pernah suatu ketika dia mendatangi pabrik plastik daur ulang, dia belajar daur ulang plastik justru dari satpam pabrik tersebut. Dia belajar bahwa tidak semua plastik bisa didaur ulang, ada jenis tertentu yang tidak bisa didaur ulang (sebut jenis X ya, karena penulis lupa namanya). Kemudian bapak tersebut juga mendatangi tempat pemulung dan mendapati tumpukan plastik jenis X di tempat pemulung tersebut. Dari keingintahuan yang besar, semangat belajar yang tinggi dan dipadukan keinginan untuk menolong, akhirnya sang Bapak banyak mencari ilmu tentang plastik. Akhirnya seseorang yang bukan ahli plastik ini tahu bahwa plastik jenis X bisa di hancurkan dan diolah terlebih dahulu menjadi jenis Y yang bisa diterima pabrik daur ulang. Tanpa pikir panjang, sang Bapak membelikan dan memberikan mesin pengolah plastik X menjadi jenis Y. Dari nominal harga mesin yang disebutkan, sungguh bukan jumlah yang sedikit dan jauh dari kata murah. Namun bagi jenis orang seperti dia, kepuasan bukan pada banyaknya uang tapi banyaknya manfaat yang bisa dia berikan kepada orang lain. Setelah msein itu diberikan kepada pemulung yang membutuhkan, maka tumpukan plastik X yang tadinya menggunung perlahan jumlahnya berkurang hingga habis sama sekali.
Dia juga bercerita tentang tempat-tempat lainnya dimana dia memberikan kail-kail itu...
Seorang Bapak dengan wajah sederhana itu, siap membuka usaha baru sepulang dari perjalanan kali itu, dia akan membuat restoran dengan resep-resep yang dia timba ilmunya dari Jawa. Bukan, tentu bukan dengan mencatat resep dari internet. Dengan keramahannya, gayanya yang supel, mendapatkan resep masakan langsung dari ahlinya bukanlah perkara yang sulit. Bahkan dia berhasil mendapatkan rinci hingga tips-tips dalam memasak masakan yang diincarnya.
Dia menanyakan backgroundku, dan kujawab "apoteker". Setelah itu dia banyak bercerita tentang apoteker (baca:peluang bisnis) secara detail step-stepnya. Inilah yang membuat dalam hati aku berkata "Dia bukan teknik sipil biasa, dia luar biasa karena pengetahuannya tentang obat-obatan jauuuuuuh dari yang aku punya, bahkan seluk beluk pemasaran obat diketahuinya dengan detail"
Pembicaraan kami berakhir karena mataku tidak bisa diajak kompromi lagi. Aku meminta ijin padanya untuk tidur kembali. Akhirnya dengan gaya seorang bapak kepada anaknya, dia menyuruhku tidur. fuiiiiih akhirnya...
Satu hal yang aku sayangkan, aku belum sempat menanyakan nama beliau, bahkan tak sempat berterimakasih atas ilmu yang diberikannya dini hari itu. (Jazakallah ya Pak...)
Hari itu satu lagi Guru kehidupan yang kutemui, setelah Ibu Mariana yang senang membagi buku gratis, setelah Bapak yang banyak bertausyah tentang keluarga, dan setelah seorang pemuda lusuh yang ternyata adalah sukarelawan bencana alam. Aku belajar, bahwa tak bisa kita menilai seseorang dari pandangan fisik saja. Justru tidak sedikit mereka ynag berwajah rupawan berperilaku sombong dan tidak sopan. Aku belajar bahwa memiliki dunia itu nikmat, namun lebih nikmat saat membagikan atau memberikannya kepada orang lain. Tidak satupun dari mereka yang kutemui suka membagikan ilmu/uang/harta/manfaat kepada orang lain hidup dalam kekurangan. Dan mereka bisa membantu karena memiliki ilmu. Amal dan ibadah juga harus dilandasi ilmu yang benar. Merekalah guru-guru kehidupan..
.
Ilmu membuat hidup ini mudah
seni membuat hidup ini indah
dan iman membuat hidup menjadi terarah
.
.
.
Inilah kereta terakhir yang aku naiki dengan jam tiba dini hari, setelah peristiwa ini kuceritakan pada mama, tak ada lagi ijin untuk berangkat dengan kereta malam.