"Sakit flu ?, ga enak badan?
Beli vitamin C aja!!"
Apakah benar anjuran seperti itu?
Anggapan bahwa vitamin C bisa menyembuhkan gejala beberapa penyakit, termasuk radang tenggorokan adalah anggapan yang keliru. Vitamin C tak berfungsi untuk pengobatan, tetapi pencegahan.
Bila sedang terkena flu ringan atau radang tenggorokan, biasanya vitamin C dipilih sebagai suplemen untuk mencegah flu semakin berat. Tapi, ternyata konsumsi vitamin C saat sakit tak efektif menyembuhkan penyakit seperti flu dan radang tenggorokan. Temuan tersebut dikemukakan dalam penelitian terbaru bahwa tidak semua gejala penyakit ringan seperti influenza, radang tenggorokan atas atau inspeksi saluran pernapasan atas (ispa) dan panas demam bisa disembuhkan hanya dengan mengonsumsi vitamin C semata.
Asupan vitamin C ketika mengalami radang tenggorokan atau ketika menderita influenza serta demam ringan sebenarnya tidak terlalu berpengaruh pada penyakit tersebut. Publik kerap salah kaprah bahwa vitamin C bahkan bisa membuat kebal terhadap bermacam penyakit. Anggapan keliru itu membuat orang mengonsumsi vitamin C secara berlebihan, padahal manfaatnya belum pasti didapat. Contohnya saja anggapan bahwa sakit radang tenggorokan bisa disembuhkan dengan vitamin C hingga saat ini masih menjadi keyakinan di masyarakat kita. Padahal dalam sebuah riset terbaru membuktikan bahwa vitamin C sama sekali tidak memberi pengaruh apa pun pada kasus radang tenggorokan.
Sebuah review di Cochrane bertajuk "Vitamin C for Preventing and Treating the Common Cold" kembali menegaskan bahwa penggunaan vitamin C tidaklah rasional dalam kondisi sakit tertentu.
Penyakit common cold yang dikenal juga dengan radang tenggorokan atau infeksi saluran pernapasan bagian atas ternyata tidak membutuhkan konsumsi vitamin C ketika penyakit itu tengah menyerang. Penyakit ini sering ditandai dengan keluhan meriang, nyeri ketika menelan, sakit kepala, pusing, pilek, batuk, dan tidak enak badan.
Keluhan sering disebabkan virus dan umumnya dapat sembuh sendiri. Tidak perlu antibiotika. Cukup istirahat dan tingkatkan daya tahan tubuh dengan makan dan minum yang bergizi.
Vitamin C yang dikenal juga dengan sebutan asam askorbat, walaupun tetap kontroversi, mungkin masih sering digunakan sebagai suplementasi untuk mencegah dan mengobati radang tenggorokan. Penelitian di Cochrane ini menegaskan bahwa suplementasi vitamin C tidak menunjukkan penurunan kejadian radang tenggorokan, baik pada lamanya sakit maupun tingkat keparahan.
Jadi, dosis tinggi untuk pencegahan dan pengobatan yang mungkin masih rutin dianjurkan itu tidak rasional jika diterapkan pada komunitas umum. Tapi, mungkin masih bermanfaat bagi pelaku aktivitas fisik yang berat. Nah, sekarang jangan terlalu banyak menenggak vitamin C ketika terkena radang tenggorokan. Selain tidak banyak memberikan dampak pada tubuh ketika sedang sakit, juga akan membuat pengeluaran dana menjadi sia-sia.
"Yang harus dilakukan pemerintahan kita sekarang ini adalah bagaimana memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat agar lebih waspada mengonsumsi obat-obatan dan juga vitamin. Sebab, tidak semua vitamin dibutuhkan tubuh saat kita sakit," kata spesialis THT RSCM Dr David Hendarto.
Lebih lanjut ditambahkan Dr David, selama ini masyarakat Indonesia baik di kota besar maupun di pedesaan masih banyak menganggap bahwa vitamin C bisa menyembuhkan penyakit. Hal keliru itu harus segera dihentikan agar penggunaan vitamin C tidak sia-sia dan penghematan pada pengeluaran rumah tangga.
"Selama tidak ada proses penyuluhan kepada masyarakat, masyarakat kita akan selalu beranggapan bahwa sakit influenza, radang tenggorokan, juga demam bisa disembuhkan dengan mengonsumsi vitamin C yang banyak," katanya.
Namun, bukan berarti vitamin C tidak dibutuhkan tubuh. Vitamin C memang memiliki banyak manfaat. Selain bersifat antioksidan yang mampu melawan radikal bebas, vitamin C juga berperan dalam meningkatkan sistem imun. Belakangan ini vitamin C juga menjadi sebuah konsumsi untuk kebutuhan penampilan.
Vitamin C sangat dibutuhkan, terutama di kota besar. Belum lagi radikal bebas berupa polusi dari asap kendaraan bermotor dan rokok, serta lain-lainnya, makin bertebaran. Semua itu membuat tubuh rentan terhadap berbagai gangguan kesehatan.
Daya tahan gampang menurun dan serangan radikal bebas membuat sel-sel tubuh mudah rusak dan tak mampu berfungsi dengan baik. Salah satu akibat dari proses kerusakan secara cepat itu adalah penuaan kulit lebih dini.
Dosis konsumsi vitamin C yang ideal adalah 75 miligram per hari. Perempuan hamil dan ibu menyusui sudah tentu harus mengonsumsi vitamin C lebih besar dari jumlah tadi. Ada juga yang berpendapat cukup mengonsumsi 200 miligram sehari. Bagi orang yang hidup dengan stres atau mereka yang tinggal di kota besar yang penuh polusi, seperti Jakarta, dosis 500 miligram adalah dosis yang cukup baik.
Kecukupan vitamin C akan membantu pembentukan kolagen atau senyawa berisi asam amino mirip lem pengikat sel. Zat perekat ini menjadi bagian susunan utama jaringan penghubung seperti kulit, tulang, dan ikatan sendi tulang. Kolagen menjaga kekenyalan dan kelenturan kulit dengan bantuan vitamin C. Juga untuk mendukung berlangsungnya proses yang memungkinkan molekul mencapai bentuk terbaiknya (hydroxylation).
Tugas vitamin C pula untuk menjaga kolagen dari risiko cepat rusak dan lemah. Jadi, ketika vitamin C diberikan secara memadai pada sel kulit, ada kesempatan baik untuk mengurangi kerutan dan meningkatkan kehalusan permukaan kulit. Inilah yang dimaksudkan sebagai peremajaan kulit karena kulit memang tampak lebih muda dan cerah. Orang pun menilainya lebih putih.
Disarankan bila ingin mengonsumsi vitamin C dosis cukup tinggi, untuk berkonsultasi dengan dokter. Sebab, menyangkut efek samping yang dapat Anda derita. Sejauh ini vitamin C aman untuk dikonsumsi, tapi vitamin C sebaiknya jangan diberikan kepada penderita gagal ginjal dan batu ginjal karena akan memacu pembentukan batu ginjal.
Vitamin C juga bisa mengganggu penyerapan mineral yang diperlukan tubuh seperti tembaga. Vitamin C merupakan senyawa yang mempermudah penyerapan zat besi. Sebaiknya jangan diberikan kepada penderita yang mempunyai kelebihan zat besi. Misalnya pasien hematokromatosis (pewarnaan jaringan dengan pigmen darah).(okz)