oleh Abu Hanim Az Azahra
Silaturahim memang tidak harus pada saat Idul Fitri saja. Bisa kapan saja termasuk pada saat Ramadhan. Hanya saja, kebanyakan kita memang memiliki kesempatan lebih pada saat Idul Fitri. Selain hari libur, sanak saudara yang juga tengah pulang kampung menjadi kesempatan emas untuk saling berkunjung. Pola semacam ini sudah mentradisi bagi kita yang tinggal di Indonesia.
Silaturahim mengandung banyak sekali manfaat. Rasulullah bersabda:
"Setiap tali kasih sayang, kelak akan datang pada hari kiamat di hadapan pemiliknya, lalu ia akan menjadi yang menguntungkan jika ia telah menyambungnya, dan akan menjadi saksi yang memberatkannya jika ia memutuskannya" (HR Bukhari)
"Barang siapa yang ingin mendapatkan kegembiraan berupa kelapangan rezeki dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya menyambung silaturahmi" (HR Muslim)
Jaga Niat
Silaturahim bukanlah ibadah yang bersifat ritual yang harus mengikuti pakem yang ditentukan syariat seperti halnya shalat, haji dan lainnya. Bentuk umumnya hanyalah saling mengunjungi dengan tujuan mempererat tali kekerabatan dan tali ukhuwah. Oleh karenanya, yang paling berperan dalam sukses tidaknya amal shaleh silaturahim ini adalah niat. Sebagaimana sabda Rasulullah " Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya" (HR Bukhari)
Salah satu maksudnya, perbuatan manusia itu akan dinilai dari niatnya. Diterima atau tidak, berapa nilai pahala yang pantas diberikan, didasrkan pada niat. Bahkan niat bisa mengubah amal kebaikan menjadi suatu keburukan. Maka silaturahim akan bernilai atau tidak, atau nilai apa yang bakal didapat, niatlah yang akan menjadi parameternya.
Bagi yang bersilaturahim dengan niatan, pertama mencari ridha Allah dengan melestarikan sunnah Nabi-Nya dan untuk mempererat tali kerabat, insyaAllah ia akan mendapat pahala. Berkah pada umur dan rezeki juga akan didapat. Akan tetapi bagi yang bersilaturahim hanya karena ingin cari muka, pamer kekayaan dan status, atau bahkan menjadikannya sebagai ajang suap menyuap, menjadikannya sebagai media pemasaran untuk produknya semata, nilai silaturahimnya akan disesuaikan dengan niatnya.
Hadiah, baik berupa parcel maupun bingkisan yang semestinya berpahala, bisa menjadi pemberian yang dilaknat karena diniatkan untuk suap. ‘Abdullah bin ‘Amr berkata, “Rasulullah melaknat orang yang member suap dan menerima suap” (HR Tirmidzi)
Hari ini banyak yang member parcel kepada atasan atau pihak tertentu dengan nilai parcel yang tidak semestinya. Tentu saja dengan sebuah misi, agar kepentingannya dengan pihak tersebut bisa diperlancar.
Maka luruskanlah niat kita. Ibnul Mubarak berkata “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat dan betapa banyak amal besar menjadi kecil karena niat” (Jaami’ul- Ulum wal-Hikam, Imam Ibnu Rajab)
Menjaga Akhlak Islami
Dengan niat yang baik dan dilakukan dengan benar, pahala yang besar akan dengan mudah didapatkan. Sayangnya karena tidak memperhatikan rambu-rambu syar’I, banyak yang terjebak pada kemaksiatan ketika bersilaturahim
Seiring perkembangan zaman, akhlak Islami seharusnya menghiasi diri kaum muslimin semakin terkikis sedikit demi sedikit. Sebagai gantinya, masuklah akhlak jahiliyah. Mereka tidak tahu bahwa akhlak jahiliyah tersebut hanya membawa dosa dan petaka.
Pada umumnya silaturahim dihiasi dengan kebiasaan saling berjabat tangan. Berjabat tangan itu baik, karena ia dapat menggugurkan dosa seperti gugurnya dedaunan di musim kemarau. Hal itu jika jabat tangan dilakukan dengan sesama jenis atau dengan lawan jenis tetapi mahram. Namun, jika jabat tangan dilakukan dengan lawan jenis yang bukan mahram maka ia tidak dapat menggugurkan dosa, tapi justru menambah dosa. Dalam mengungkapkan kerasnya dosa berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram Rasulullah bersabda, “Sungguh, seandainya kepada kalian ditusuk jarum dari besi, lebih baik daripada dia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR Thabrani)
Kesalahan lain dalam silaturahim adalah banyak kaum wanita yang tabarruj. Yaitu berhias dengan memperlihatkan kecantikan, menampakkan auratnya dan kecantikan wajah. Berhias semacam ini jelas-jelas dilarang, Allah berfirman, “Dan hendaklah kamu(wanita muslimah) tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat serta tunaikanlah zakat…”(QS Al Ahzab:33).
Dalam suatu hadits disebutkan bahwa ada dua golongan dari ahli neraka yang tidak pernah dilihat oleh Nabi Muhammad SAW, salah satu diantaranya adalah “wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang (tidak menuutupi seluruh tubuhnya, atau berpakaian namun tipis, atau berpakaian ketat), yang melenggak lenggokan kepala. Mereka tidak akan masuk surge dan tidak akan mencium bau surga”. (HR Muslim).
Dahulukan Kerabat
Sesuai dengan namanya ‘silaturahim’ yaitu menjalin tali persaudaraan dengan dzawil arham atau orang-orang yang masih memiliki hubungan kerabat atau nasab. Ini penting karena mereka jauh lebih berhak untuk kita kunjungi daripada yang lain. Karena terkadang, kebanyakan kita asyik mengunjungi rekan-rekan kerja atau sekolah tetapi lupa dengan saudara sendiri.
Dengan berkunjung ke kerabat, kita bisa menjadi lebih akrab dengan orang-orang yang lebih memiliki hubungan darah dengan kita. Orang-orang yang memang berhak untuk kita jalin silaturahimnya agar tidak terputus. Pemutus silaturahim bukanlah orang yang sedang berseteru dengan temannya, tapi ia adalah orang yang tidak lagi mau menyambung hubungan dengan sanak saudaranya tanpa alasan. Padahal Rasulullah bersabda, “Tiada suatu ketaatan kepada Allah yang lebih disegerakan pahalanya dari silaturahim dan tiada suatu dosa yang lebih disegerakan siksanya di dunia dari melampaui batas dan memutuskan tali persaudaraan” (HR. Baihaqi dan dinyatakan shahih oleh al-Albani dalamshahih al-Jami’)
Menjaga Akhlak dalam bertamu
Silaturahim sama dengan bertamu. Maka dalam bersilaturahim, adab-adab bertamu juga harus diperhatikan. Diantara adab tersebut adalah:
- Pemberitahuan sebelum berkunjung
Adab ini sangat penting untuk diperhatikan, karena tidak semua orang siap menerima tamu setiap waktu. Barangkali ia punya keperluan atau hajat yang harus ditunikan sehingga ia tidak bisa ditemui. Atau barangkali ia dalam keadaan sempit sehingga ia tidak bisa menjamu tamu sebagaimana dianjurkan oleh syariat. Betapa banyak manusia yang tidak bisa menolak seorang tamu apabila si tamu telah mengetuk pintu dan mengucapkan salam padahal ia punya hajat yang hendak ia tunaikan. Allah telah memberikan kemudahan berbagai macam sarana komunikasi yang bisa digunakan untuk melaksanakan adab ini.
- Memilih waktu yang tepat untuk bertamu dengan menyesuaikan kebiasaan setempat
- Memberi salam dan menjaga etika ketika menunggu tuan rumah keluar rumah.
Ia tidak boleh berdiri menghadap pintu masuk. Hal ini berkaitan dengan hak pemilik rumah untuk mempersiapkan diri dan rumahnya dalam menerima tamu.
- Dilarang keras mengintip ke dalam rumah hanya untuk memastikan keberadaan tuan rumah.
Karena hal ini sangat dibenci oleh Rasulullah. Dalam shahih Bukhari Rasulullah bersabda, “Andaikan ada orang melihatmu di rumah tanpa izin, engkau melemparnya dengan batu kecil lalu kamu cungkil matanya, maka tidak ada dosa bagimu”
Dan menjaga beberapa hal di atas, semoga silturahim yang kita laksanakan mendapat pahala yang penuh dari Allah, amiin.
Disalin dari Artikel dengan judul yang sama pada Ar Risalah edisi 99 Vol IX No.3,
Referensi: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Jami' At Tirmidzi, Tafsir Al Baghawi, Jami'ul Ulum wal-Hikam