Vaksinasi adalah suatu aktivitas yang bertujuan membentuk kekebalan tubuh dan biasanya dilakukan pada bayi, balita, dan ibu hamil. Tapi apakah selama ini kita mengetahui dari bahan apa vaksin itu dibuat? Selama ini kita lebih sering memperhatikan reaksi yang timbul setelah pemberian suatu vaksin ke dalam tubuh kita.
Apa itu Vaksin?
Vaksin adalah sebuah senyawa antigen yang berfungsi untuk meningkatkan imunitas atau sistem kekebalan pada tubuh terhadap virus. Terbuat dari virus yang telah dilemahkan dengan menggunakan bahan tambahan seperti formaldehid, dan thymerosal.
Jenis vaksinasi yang ada antara lain vaksin hepatitis, polio, rubella, BCG, DPT, Measles Mumps Rubella (MMR). Di Indonesia sendiri praktik vaksinasi yang dilakukan terutama pada bayi dan balita adalah hepatitis B, BCG, Polio, dan DPT. Selebihnya seperti vaksinasi MMR bersifat tidak wajib. Sedangkan, vaksinasi terhadap penyakit cacar air (smallpox) termasuk vaksinasi yang tidak dilakukan di Indonesia.
Vaksin dan Tinjauan Kehalalannya
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) yang dilakukan bulan Agustus 2008 sempat bermasalah di beberapa wilayah seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan Banten yang menolak pemberian vaksin karena diragukan kehalalannya.
Memang kalau kita telaah lebih lanjut, masih banyak jenis vaksin yang bersumber dari bahan-bahan yang diharamkan. Seorang pakar dari Amerika mengatakan bahwa vaksin polio dibuat dari campuran ginjal kera, sel kanker manusia, serta cairan tubuh hewan tertentu termasuk serum dari sapi, bayi kuda, dan ekstrak mentah lambung babi. Selain itu, beberapa vaksin juga diperoleh dari aborsi janin manusia yang sengaja digugurkan. Vaksin untuk cacar air, Hepatitis A, dan MMR diperoleh dengan menggunakan fetall cell line yang diaborsi, MRC-5, dan WI-38. Vaksin yang mengandung MRC-5 dan WI-38 adalah beberapa vaksin yang mengandung cell line diploid manusia.
Penggunaan janin bayi yang sengaja digugurkan ini bukan merupakan suatu hal yang dirahasiakan pada publik. Sel line yang biasa digunakan untuk keperluan vaksin biasanya diambil dari bagian paru-paru, kulit, otot, ginjal, hati, thyroid, thymus, dan hati yang diperoleh dari aborsi terpisah. Penamaan isolat biasanya dikaitkan dengan sumber yang diperoleh misalnya WI-38 adalah isolat yang diperoleh dari paru-paru bayi perempuan berumur 3 bulan.
Tripsin babi
Salah satu unsur haram yang terdapat dalam vaksin adalah tripsin, enzim yang didapat dari pankreas babi. Menurut penjelasan Ketua Dewan Penasihat LPPOM-MUI, Prof Jurnalis Uddin, tripsin babi sebenarnya bukanlah bahan baku vaksin. Dalam proses pembuatan vaksin, tripsin hanya dipakai sebagai enzim proteolitik (enzim yang digunakan sebagai katalisator pemisah sel/protein).
Pada hasil akhirnya (vaksin), enzim tripsin yang merupakan unsur turunan dari pankreas babi ini tidak terdeteksi lagi. Enzim ini akan mengalami proses pencucian, pemurnian dan penyaringan. ”Hingga jejaknya pun tidak terlihat lagi,” jelas Prof. Jurnalis. Namun karena sudah tersentuh unsur haram dan najis, status kehalalan vaksin jadi bermasalah.
Direktur Pemasaran PT Bio Farma, Sarimuddin Sulaeman mengatakan, Bio Farma sebenarnya telah mengusahakan pengganti tripsin babi sejak tahun 2006. Penelitian ini memakan waktu tiga tahun. Namun untuk sementara tripsin tersebut masih tetap digunakan. (jpr)
Usul Fiqh
Ada kaidah usul fiqh yang mengatakan bahwa mencegah kemudharatan lebih didahulukan daripada mengambil manfaatnya. Demikian alasan yang dijadikan dasar hukum pengambilan keputusan terhadap kehalalan vaksin polio sekalipun diketahui bahwa vaksin tersebut disediakan dari bahan yang tidak diperkenankan dalam Islam.
Namun demikian kita tidak boleh hanya bertahan pada kondisi darurat, melainkan juga melakukan usaha untuk perbaikan. Sudah sekian banyak Pharmacist muslim lahir di Indonesia dan kita sudah memiliki pabrik vaksin sendiri di Bandung yaitu Biofarma tentunya sudah tidak ada hal yang menjadikan kita senantiasa pada kondisi darurat. Jumlah balita di Indonesia pada tahun 2005 sebesar 24 juta jiwa, di mana 90% adalam muslim yang butuh vaksinasi yang halal dan aman dari sisi syar’i. Tentunya kita tidak ingin dalam tubuh dan aliran darah balita kita mengalir unsur-unsur haram.(kit)
Sumber Jurnal LPPOM MUI
Referensi: