"Keep istiqomah ya Akhi, Ukhti, Mba, Mas, Teh, Aa, Neng, Abang ..."
Pentingkah kalimat tersebut sebagai penutup/salam perpisahan?
Penting!! bila kita tahu...
.
.
.
Hari itu sesuai dengan jadwal, saya pergi ke Gramedia Matraman. Seharusnya saya membaca dan mencari buku yang telah direncanakan untuk dipelajari. Namun seperti biasa, banyak intermezo bacaan yang tersedia di tempat favorit itu.
Di antara tumpukan buku Islami, saya mengambil suatu buku dan langsung menyantap isinya, tentang berbakti kepada Ibu. Di dalamnya terdapat kisah dengan judul "Anak Durhaka Khusnul Khotimah".
Kisah ini menceritakan tentang Sebuah keluarga yang memiliki dua orang anak yang memiliki karakter yang sangat berbeda. Sang Kakak adalah seorang 'alim yang taat beribadah. Sedangkan sang adik adalah seorang yang berperilaku buruk, suka berjudi, main perempuan, minuman keras, dll
Suatu hari ayah mereka meninggal dunia. Kelakuan sang adik bukannya bertambah baik, malah kian menjadi-jadi. Dia tidak hanya mencuri di tempat orang bahkan perhiasan ibunya sendiri pun dicurinya. Saat ketahuan oleh sang Ibu, si Adik menendang ibunya. Ibu yang baik tersebut tetap berdoa kepada Allah, memohon agar anaknya tersebut mendapat hidayah dan kembali dengan khusnul khotimah. Lebih parah lagi, suatu hari sang adik pulang untuk menanyakan haknya atas warisan sang ayah. Ketika ditanya untuk apakah harta itu, sang adik menjawab jujur bahwa harta tersebut akan digunakan untuk membangun rumah bordil, dan tempat berjudi. Begitulah sang kakak yang taat memiliki adik yang bertolak belakang sifat dan keadaannya.
Pada suatu ketika sang kakak berfikir, telah lama dia berbuat baik, giat beribadah, menjadi orang sholeh, tak mengapalah kiranya sekali-kali berbuat buruk. Apalagi dibanding adiknya yang telah lebih banyak berbuat dosa. Toh setelah itu, ia bisa kembali bertaubat kepada Allah dan menangis di hadapanNya? Setelah berfikir lama, akhirnya sang kakak memutuskan untuk pergi ke rumah bordil milik adiknya selepas maghrib.
Di saat yang sama, sang adik berfikir sebaliknya, telah lama ia berbuat buruk, berlaku maksiat dan jahat. Dia sangat takut akan kematian setelah tiba-tiba salah seorang temannya mati tersengat listrik di rumah bordilnya. Ia berfikir inilah saatnya menyusul kakaknya yang giat beribadah di masjid. Setelah berfikir lama, akhirnya sang adik memutuskan untuk ke masjid tempat kakaknya biasa bertilawah selepas maghrib.
Keduanya melaksanakan niat dan rencana masing-masing. Sang kakak pergi ke rumah bordil. Dia mencari adiknya kesana kemari di rumah bordil tersebut, tapi tidak ditemukannnya. Dan akhirnya dia pun jatuh menuruti ajakan pelacur-pelacur di tempat tersebut. Sedangkan sang adik pergi ke masjid dan mencari kakaknya kesana kemari di masjid tersebut, namun tidak ditemukannya. Dengan tekad taubat yang bulat, sang adik mulai sholat dan mengaji di masjid.
Dikisahkan dalam cerita tersebut tiba-tiba terjadi gempa. Gempa dahsyat tersebut meluluh lantahkan masjid dan rumah bordil tersebut.
Akhirnya ditemukanlah kedua bersaudara itu ditempat yang terpisah. Sang kakak yang terkenal 'alim, sholeh, ditemukan meninggal dalam kondisi mengenaskan dan memalukan di antara reruntuhan rumah bordil. Sednagkan sang adik yang terkenal kejahatannya, keburukan perilakunya, justru ditemukan sedang mengenakan koko, dan memeluk mushaf di antara reruntuhan masjid.
Masyarakat pun gempar. Sang Ibu sangat terpukul kehilangan kedua anaknya, dan lebih terpukul dengan keadaan sang kakak yang dikenal shaleh justru meninggal di tempat maksiat. Sang Ibu bersyukur bahwa sang adik mendapatkan khusnul khotimah. Namun beliau menyesal karena telah menyepelekan keshalehan sang kakak sehingga tidak mendoakan keistiqomahannya.
.
.
Subhanallah...
Ibrah dari kisah ini adalah :
- Bahwa doa Ibu untuk anaknya adalah doa yang pasti dikabulkan oleh Allah.
- Kita tidak pernah tahu akhir keadaan kematian kita, oleh karena itu mohonlah kepada Allah untuk mendapatkan khusnul khotimah
- Yang hari ini shaleh, belum tentu besok lusa masih shaleh. Yang hari ini bermaksiat belum tentu besok lusa masih khilaf. Maka tidak ada alasan untuk kita merendahkan mereka yang khilaf, karena mungkin taubat nasuhanya lebih diterima daripada ibadah kita yang tidak ikhlas.
- Betapa pentingnya saling mendoakan Saudara kita untuk tetap istiqomah seberapapun shalehnya mereka hari ini. Masukkanlah nama-nama keluarga kita, sahabat kita, guru-guru kita, ustad dan ustadzah kita dalam doa Rabithah, semoga Allah menjagakan keikhlasan dan keistiqomahan kita dalam dien Islam.
- Bila kita menyampaikan atau menuliskan untuk saudara kita "Keep Istiqomah" maka rasakanlah doa itu dari hati yang paling dalam bahwa kita mendoakan keistiqomahannya. Dan bila kita mendapatkan kata-kata itu dari sahabat atau saudara kita, amiin-kan dan semoga Allah memberikan yang lebih baik untuk yang mendoakan.
.
.
Wallahu'alam bishshowab,
afwan kisah diatas tidak selengkap yang terdapat dalam bukunya.